lazada.com

ZAKAT FITRAH


BAB ZAKAT FITRAH


Alhamdulillah Puji puja dan sukurku tak henti-hentinya kepada pemilik alam semesta ini, pengatur hidup makhluk ini, pengasih dan penyayang setiap makhluknya, maha adil, maha bijaksana, maha pengampun hambanya yang kembali kepadanya. Sholawat dan Salam Allah, Malaikat dan semua makhluk, tetap tercurah tanpa henti-hentinya kepada makhluk yang paling mulia, kekasih raja alam, pemimpin manusia, Nabi muhammad SAW, beserta keluarga, para sohabat, tabi’in, tabi’u tabi’in, dan semua yang mengikuti mereka hingga Akhir alam ini.
Syarat wajib zakat fitrah :
1. Islam
2. Merdeka (bukan budak, hamba sahaya)
3. Mempunyai kelebihan makanan atau harta dari yang diperlukan di hari raya dan malam hari raya. Maksudnya mempunyai kelebihan dari yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, pada malam dan siang hari raya. Baik kelebihan itu berupa makanan, harta benda atau nilai uang.
4. Menemui waktu wajib mengeluarkan zakat fitrah. Artinya menemui sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari awalnya bulan Syawwal (malam hari raya).
Keterangan:
            Yang dimaksud “ mempunyai kelebihan di sini “ adalah kelebihan dari kebutuhan pokok sehari-harinya. Maka barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari, seperti rumah yang layak, perkakas rumah tangga yang diperlukan, pakaian sehari-hari dan lain-lain tidak menjadi perhitungan. Artinya, jika tidak mampu membayar zakat fitrah, harta benda di atas tidak wajib dijual guna mengeluarkan zakat.
Jenis dan kadar zakat fitrah :
1. Berupa bahan makanan pokok daerah tersebut (bukan uang)
2. Sejenis. Tidak boleh campuran
3. Jumlahnya mencapai satu Sho’ untuk setiap orang
    1 Sho’ = 4 mud = 3 Kilo (kurang lebih)
4. Diberikan di tempatnya orang yang dizakati.
Misalnya, seorang ayah yang berada di Surabaya dengan makanan pokok beras, menzakati anaknya yang berada di Kediri dengan makanan pokok jagung. Maka jenis makanan yang digunakan zakat adalah jagung dan diberikan pada faqir miskin di Kediri.
Catatan :
- Menurut Imam Abu Hanifah, zakat fitrah boleh dikeluarkan dalam bentuk qimah atau uang.
- Jika tidak mampu 1 sho’, maka semampunya bahkan jika tidak mempunyai kelebihan harta sama sekali, maka tidak wajib zakat fitrah.
Waktu mengeluarkan zakat fitrah
Waktu pelaksanaan mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5 kelompok :
1. Waktu wajib.
Yaitu, ketika menemui bulan Ramadhan dan menemui sebagian awalnya bulan Syawwal. Oleh sebab itu orang yang meninggal setelah maghribnya malam 1 Syawwal, wajib dizakati. Sedangkan bayi yang lahir setelah maghribnya malam 1 Syawwal  tidak wajib dizakati.
2. Waktu jawaz.
Yaitu, sejak awalnya bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.
3. Waktu Fadhilah.
Yaitu, setelah terbit fajar dan sebelum sholat hari raya.
4. Waktu makruh.
Yaitu, setelah sholat hari raya sampai menjelang tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak makruh.
5. Waktu haram.
Yaitu, setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti hartanya tidak ada ditempat tersebut atau menunggu orang yang berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan status dari zakat yang dikeluarkan tanggal 1 Syawwal adalah qodho’.
Syarat sahnya zakat :
1. Niat.
Harus niat di dalam hati ketika mengeluarkan zakat, memisahkan zakat dari yang lain, atau saat memberikan zakat kepada wakil untuk disampaikan kepada yang berhak atau antara memisahkan dan memberikan.
- Niat zakat untuk diri sendiri :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِي / هَذَا زَكاَةُ مَالِي اْلمَفْرُوْضَةْ

 Saya niat mengeluarkan zakat untuk diriku / ini adalah zakat harta wajibku “
Jika niat zakat fitrah atas nama orang lain, hukumnya diperinci sebagai berikut :
a.  Jika orang lain yang dizakati termasuk orang yang wajib ditanggung nafkah dan zakat fitrahnya, seperti istri, anak-anaknya yang masih kecil, orang tuanya yang tidak mampu dan setrusnya, maka yang melakukan niat adalah orang yang mengeluarkan zakat tanpa harus minta idzin dari orang yang dizakati. Namun boleh juga makanan yang akan digunakan zakat diserahkan oleh pemilik kepada orang-orang tersebut supaya diniati sendiri-sendiri.
b. Jika mengeluarkan zakat untuk orang yang tidak wajib ditanggung nafkahnya, seperti orang tua yang mampu, anak-anaknya yang sudah besar (kecuali jika dalam kondisi cacat atau yang sedang belajar ilmu agama), saudara, ponakan, paman  atau orang lain yang tidak ada hubungan darah dan seterusnya, maka disyaratkan harus mendapat idzin dari orang-orang tersebut. Tanpa idzin dari mereka , maka zakat yang dikeluarkan hukumnya tidak sah.
- Niat atas nama anaknya yang masih kecil :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي الصَّغِيْرِ…

“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang masih kecil…”
- Niat atas nama ayahnya :
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ اَبِي …
“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ayahku…”
- Niat atas nama ibunya :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنء اُمِّي …

“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama ibuku…”
- Niat atas nama anaknya yang sudah besar dan tidak mampu :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ وَلَدِي اْلكَبِيْرِ…

“ Saya niat mengeluarkan zakat atas nama anakku yang sudah besar…”

Do'a mengeluarkan Zakat
أللّهُمَّ اجْعَلْهَا مَغْنَمًا وَلا تَجْعَلْهَا مَغْرَمًا
 
 ALLAHUMMA-J'ALHAA MAGHNAMAN, WALAA TAJ'ALHAA MAGHRAMAN"
 
Ya Allah jadikanlah ia sebagai simpanan yang menguntungkan dan jangan jadikanlah ia pemberian yang merugikan.
 
Kemudian yang menerima dianjurkan membaca do'a :
 
آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ، وَاجْعَلْهُ لَكَ طَهُوْرًا 
 
 
"AAJARAK-LLAAHU FIIMA A'THAITA, WA BAARAKA LAKA FIIMAA ABQAITA, WAJ'ALHU LAKA THAHUURAA"
Mudah-mudahan Allah memberi pahala atas  apa yang engkau berikan, memberikan berakah atas apa yang masih ada di tanganmu dan menjadikannya sebagai pembersih bagimu.
 
2. Dikeluarkan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat


Orang-orang yang berhak menerima zakat :
Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat dalam Al-Quran Allah Swt berfirman :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.

a. Faqir
Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau pekerjaan sama sekali, atau orang yang mempunyai harta atau pekerjaan namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya.
Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya sebesar  Rp; 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat  Rp; 200.000 (tidak mencapai separuh yang dibutuhkan).
Yang dimaksud dengan harta dan pekerjaan di sini adalah harta yang halal dan pekerjaan yang halal dan layak. Dengan demikian yang termasuk golongan faqir adalah :
  1. Tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali
  2. Mempunyai harta, namun tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan harta yang ada sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama umumnya usia manusia.
  3. Mempunyai harta dan pekerjaan, harta saja atau pekerjaan saja namun harta atau pekerjaan tersebut haram menurut agama. Bagi orang yang mempunyai harta yang melimpah atau pekerjaan yang menjanjikan, namun haram menurut agama, maka orang tersebut termasuk faqir sehingga berhak dan boleh menerima zakat.
  4. Tidak mempunyai harta dan mempunyai pekerjaan, namun tidak layak baginya. Seperti pekertjaan yang bisa merusak harga diri, kehormatan dan lain-lain.
b. Miskin.
Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya dan orang-orang yang ditanggung nafkahnya.
Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya sebesar  Rp; 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat  Rp; 400.000 (mencapai separuh yang dibutuhkan).
c. Amil.
            Amil zakat yaitu orang-orang yang diangkat oleh Imam atau pemerintah untuk menarik zakat kepada orang yang berhak menerimanya dan tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau Negara.
Amil zakat meliputi bagian pendataan zakat, penarik  zakat, pembagi zakat dan lain-lain. Jumlah zakat yang diterima oleh amil disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan alias memakai standart ujroh mistly (bayaran sesuai tugas kerjaannya masing-masing).
Syarat-syarat amil zakat :
  1. Islam
  2. Laki-laki
  3. Merdeka
  4. Mukallaf
  5. Adil
  6. Bisa melihat
  7. Bisa mendengar
  8. Mengerti masalah zakat (faqih / menguasai)
d. Muallaf
Secara harfiyah, muallaf qulubuhum adalah orang-orang yang dibujuk hatinya. Sedangkan orang-orang yang termasuk muallaf, yang nota bene berhak menerima zakat adalah :
1. Orang yang baru masuk Islam dan Iman (niat) nya masih lemah
2. Orang yang baru masuk Islam dan imannya sudah kuat, namun dia mempunyai kemuliaan dikalangan kaumnya. Dengan memberikan zakat kepadanya, diharapkan kaumnya yang masih kafir mau masuk Islam.
3. Orang Islam yang melindungi kaum muslimin dari gangguan dan keburukan orang-orang kafir
4. Orang Islam yang membela kepentingan kaum muslimin dari kaum muslim yang lain yang dari golongan anti zakat atau pemberontak dan orang-orang non Islam.
Semua orang  yang tergolong muallaf di atas berhak menerima zakat dengan syarat Islam. Sedangakan membujuk non muslim dengan menggunakan harta zakat itu tidak boleh.
e. Budak mukatab
            Budak mukatab yaitu budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya apabila sudah melunasi sebagian jumlah tebusan yang ditentukan dengan cara angsuran. Tujuannya untuk membantu melunasi tanggungan dari budak mukatab.
f. Ghorim (orang yang berhutang)
Ghorim terbagi menjadi 3 bagian :
1. Orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang bertikai.
2. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri dan keluarga.
3. Orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti berhutang untuk membangun masjid, sekolah, jembatan dan lain-lain.
4.Orang yang berhutang untuk menanggung hutangnya orang lain.
g. Sabilillah
Sabilillah yaitu orang yang berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji. Sabilillah berhak menerima zakat untuk seluruh keperluan perang. Sejak berangkat sampai kembali, sabilillah dan keluarganya berhak mendapatkan tunjangan nafkah yang diambilkan dari zakat. Sedangkan yang berhak memberikan zakat untuk sabilillah adalah imam (penguasa) bukan pemilik zakat.
Keterangan :
Dikalangan ulama terdapat khilaf tentang makna fii sabilillah; Ada pendapat mengatakan bahwa yang dimaksud fii sabilillah tiada lain adalah orang-orang yang menjadi sukarelawan untuk berperang di jalan Allah Swt dan tidak mendapatkan gaji, dan inilah pendapat mayoritas para ulama (pendapat yang kuat). Sebagian ulama mengatakan bahwa fii sabilillah adalah semua aktifitas yang menyangkut kebaikan untuk Allah sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Qaffal, seperti untuk sarana-sarana pendidikan dan peribadatan Islam. Dan pendapat ini adalah lemah.

h. Ibnu sabil (musafir)
Ibnu sabil yaitu orang yang memulai bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati daerah tempat zakat dengan syarat :
1. Bukan bepergian untuk maksyiat
2. Membutuhkan biaya atau kekurangan biaya. Walaupun ia mempunyai harta di tempat yang ia tuju.
Orang-orang yang tidak berhak menerima zakat :
1. Orang kafir atau murtad
2. Budak / hamba sahaya selain budak mukatab
3. Keturunan dari bani Hasyim dan Bani Muthalib (para habaib), sebagaimana hadits shohih, Nabi Saw bersabda :

إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ

“ Sesungguhya shodaqah ini (zakat) adalah kotoran manusia dan tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarga Muhammad “.
4. Orang kaya. Yaitu orang yang penghasilannya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
5. Orang yang ditanggung nafkahnya. Artinya, orang yang berkewajiban menanggung nafkah, tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang yang ditanggung tersebut.
Mekanisme pembagian zakat
            Apabila zakat dibagikan sendiri oleh pemilik atau wakilnya, maka perinciannya sebagai berikut :
- Jika orang yang berhak menerima zakat terbatas (bisa dihitung), dan harta zakat mencukupi, maka mekanisme mengeluarkan zakatnya harus mencakup semua golongan penerima zakat yang ada di daerah tempat kewajiban zakat. Dan dibagi rata antar golongan penerima zakat.
- Jika orang yang berhak menerima zakat tidak terbatas atau jumlah harta zakat tidak mencukupi, maka zakat harus diberikan pada minimal tiga orang untuk setiap golongan penerima zakat.
            Pemilik zakat tidak boleh membagikan zakatnya pada orang-orang yang bertempat di luar daerah kewajiban zakat. Zakat harus diberikan pada golongan penerima yang berada di daerah orang yang dizakati meskipun bukan penduduk asli wilayah tersebut.
           Sedangkan jika pembagian dilakukan oleh Imam (penguasa), baik zakat tersebut diserahkan sendiri oleh pemilik kepada Imam atau diambil oleh Imam, maka harus dibagi dengan cara sebagai berikut :
a. Semua golongan penerima zakat yang ada harus mendapat bagian
b. Selain golongan amil, semua golongan mendapat bagian yang sama.
c. Masing-masing individu dari tiap golongan  penerima mendapat bagian (jika harta zakat mencukupi)
d. Jika hajat dari masingf-masing individu sama, maka jumlah yang diterima juga harus sama.
Catatan :
Menurut pendapat Imam Ibnu Ujail Rh adalah :
1. Zakat boleh diberikan pada satu golongan dari beberapa golongan yang berhak menerima zakat.
2. Zakatnya satu orang boleh diberikan pada satu yang berhak menerima zakat.
3. Boleh memindah zakat dari daerah zakat.
           Tiga pendapat terakhir boleh kita ikuti (taqlid) walaupun berbeda dengan pendapat dari Imam Syai’i . Mengingat sulitnya membagi secara rata pada semua golongan, apalagi zakat fitrah yang jumlahnya tidak begitu banyak.
Tanya jawab seputar masalah zakat :
 Soal. Sah kah panitia zakat / amil yang dibentuk oleh kelurahan ?
Jawab. Jika memenuhi persyaratan-persyaratannya seperti diangkat oleh Imam dan panitia itu termasuk orang yang menguasai bab zakat, maka dapat disebut amil zakat.
( Buka kitab Al-Bajury, jilid 1 hal: 290 )
 Soal. Apakah pengurus panitia zakat yang didirikan oleh suatu organisasi Islam itu termasuk amil menurut Syare’at, ataukah tidak ?
Jawab. Panitia pembagian zakat yang ada pada waktu ini tidak termasuk amil zakat menurut agama Islam, sebab mereka tidak diangkat oleh Imam (kepala negara).
(Buka kitab Al-Bajuri 1/283 dan At-Taqrirat : 424)
♦ Soal. Bolehkah zakat fitrah dijual oleh panitia zakat dan hasil penjualannya dipergunakan menurut kebijaksanaan panitia ?
Jawab. Zakat fitrah tidak boleh dijual kecuali oleh mustahiqnya.
(Buka kitab Al-Anwar juz 1 bab zakat)
♦ Soal. Bolehkah zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi panitia-panitia zakat atau badan-badan sosial tersebut ?
Jawab. Tidak boleh zakat atau sebagiannya dijadikan modal usaha bagi panitia-panitia atau badan-badan sosial.
(Buka kitab Al-Muhadzdzab, jilid 1 hal : 169)
Referensi :
1. Bulughul Maram
2. Fathul Qorib
3. Tanwirul Qulub
4. Hasyiah Al-Bajuri
5. Bughyatul Mustarsyidin
6. I’anah At-Tholibin
7. Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab
8. Tuhfatul Muhtaj
9. Ihya Ulumuddin
10. Ahkamul Fuqaha


Ketika menunaikan zakat, terkadang kita dibimbangkan dengan masalah pengiriman harta zakat ke daerah yang bukan tempat kita berdomisili. Terutama bagi para perantau, yang gemar untuk mengirim harta zakat ke kampung halaman. Bahkan sebagian kita ingin mengirimkan zakatnya ke daerah yang sedang tertimpa musibah atau ke daerah yang sedang dilanda konflik, seperti; Gaza! Apakah boleh zakat dibayarkan di  tempat lain atau mesti dibayarkan di tempat harta berada?! Perbedaan pendapat ini terjadi baik pada zakat mal maupun zakat fitrah. Mari kita kaji lebih lanjut.
Ulama sepakat bahwa zakat dibagikan kepada orang-orang yang berada di daerah/wilayah dikumpulkan atau dipungutnya zakat dan tidak boleh dipindahkan ke daerah atau wilayah lain. Karena maksud dari ibadah zakat adalah mencukupkan kebutuhan orang-orang fakir, miskin dan orang-orang yang membutuhkan di daerah tersebut. Apabila dibolehkan memindahkan pembayaran zakat –sedangkan di daerah dikumpulkannya zakat masih banyak orang-orang yang membutuhkan zakat- maka akan menyebabkan permanennya keberadaan si faqir, miskin dan orang-orang yang membutuhkan di derah tersebut dan mereka selalu membutuhkan. Tentu  saja ini menghilangkan fungsi utama dari pelaksanaan zakat.
Kesepakatan ulama ini berdasarkan banyak teks-teks syariat yang bersumber dari sunnah.
Rasul Saw. ketika mengutus para pemungut zakat dan para gubernur ke wilayah dan daerah lain guna memungut zakat, beliau  menyuruh mereka untuk memungutnya dari para orang kaya di daerah mereka bertugas  dan membagikannya kepada para faqir miskin di daerah tersebut.
Pada hadits tentang pengutusan Sayyiduna Mu`adz oleh Sayyiduna Rasul Saw. ke Yaman dijelaskan bahwa Sayyiduna Rasul Saw. menyuruh beliau untuk menarik zakat dari mereka yang kaya dan membagikan kepada penduduk mereka yang faqir.
Dalam sebuah penggalan hadits dijelaskan;
 "Apabila mereka mentaati hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka untuk menunaikan zakat, yang ditarik dari orang-orang kaya diantara meraka dan ditunaikan kepada orang-orang miskin diantara mereka.
Dari Abi Juhaifah, ia berkata: datang kepada kami orang yang menagih zakat dari utusan Rasul saw. kemudian menarik zakat dari kalangan orang  kaya di antara kami dan menunaikannya kepad para faqir di antara kami.  Aku waktu itu masih seorang anak kecil dan Ia memberiku seekor onta betina.
Diriwayatkan oleh Turmudzi dan menghukuminya dengan hadits hasan.
Dalam hadits sahih dijelaskan bahwa seorang arab badui bertanya kepada Rasul saw. dengan beberapa pertanyaan, di antaranya; "demi Allah yang telah mengutusmu, Apakah Allah menyuruhmu untuk mengambil zajkat dari kalangan orang kaya diantara kami dan menunaikannya kepada para faqir diantara kami? Rasul Saw. menjawab: iya!" (Sahih Bukhari)
Di zaman Umar bin Khatab begitu juga yang terjadi, harta zakat dibagikan di wilayah penarikan zakat dan para pemungut zakat kembali ke Madinah tanpa membawa apapun dari daerah tempat mereka bertugas.
Masih banyak hadits-hadits dan perbuatan para khalifah yang senada dengan substansi  dari redaksi beberapa hadits diatas.
Dari beberapa teks syariat yang dinukilkan di atas semuanya menunjukkan terhadap prinsip yang disepakati oleh para ulama; bahwa zakat dibagikan di daerah wilayah dipungutnya zakat, di daerah tempat zakat dikumpulkan dan tidak dipindahkan ke daerah lain atau negera lain, karena maksud dari zakat adalah membuat kaum faqir dan miskin merasa cukup.

Di tempat kita berdomisli tidak ada mustahiq dan harta zakat tidak dibutuhkan.
Para ulama juga juga sepakat bahwa apabila penduduk di suatu daerah sudah tidak membutuhkan zakat, boleh memindahkan seluruh harta zakat atau sebagiannya. Karena tidak adanya para mustahiq zakat atau karena kurangnya kuantitas orang yang berhak menerima zakat, sedangkan harta zakat jumlahnya banyak. Maka boleh memindahkan kepada orang-orang yang berhak terhadapnya di daerah terdekat atau di daerah lain yang membutuhkannya.

Di tempat kita berdomisli masih ada mustahiq dan harta zakat dibutuhkan.
Bagaimana jikalau memindahkan pembagian zakat, sedangkan penduduk wilayahnya masih membutuhkan, apakah sah zakatnya, atau zakatnya sah tapi berdosa memindahkannya?! Berikut adalah pendapat para ulama
Ulama Mazhab Syafi`i
Haram bagi pemilik zakat untuk memindahkan zakat dari daerah diwajibkannya menunaikan zakat, sedangkan orang-orang yang berhak masih ada di daerah tersebut, baik masih dalam radius wilayah yang sudah belum boleh untuk mengqashar shalat (<span>+</span> 84 Km) maupun sudha boleh. Apabila dipindahkan, sedangkan orang yg berhak di daerah tersebut masih ada, maka berdosa pelakuknya, namun kewajiban zakatnya sudah tertunaikan. Karena dia telah menunaikannya kepada mustahiq zakat dan telah bebas dari tanggungan kewajibanny. Sebagian lain dari kalangan ulama mazhab Syafi`I menilai belum terlaksana zakatnya, karena bertentangan dengan teks syariat (nash).   
Ulama Mazhab Hanafi
Makruh hukumnya memindahkan zakat ke daerah lain karena bagi para faqir di daerah adalah orang-orang terdekat dan dan para tetangga. Mereka memiliki hak tersendiri. Karena mereka telah mengetahui keberadaan harta dan sudah berharap akan mendapat bagian, maka pembagian zakat kepada mereka adalah lebih utama. Kecuali apabila dialihkan ke daerah lain karena;
  1. Dibagikan kepada keluarga yang merupakan kerabat yang sedang membutuhkan, sedangkan mereka berada di daerah lain. Karena pemberian zakat kepada mereka selain sebagai pelaksanaan ibadah zakat juga mengandung silaturrahim,
  2. Diberikan kepada penduduk yang lebih membutuhkan daripada penduduk di daerahnya,
  3. Dipindahkan dari darul harb (Negara kafir) kepada darul islam(Negara islam), karena fakir miskin di darul islam lebih utama untuk mendapatkan pertolongan daripada para fakir–miksin di darul harb. Ini hanya terjadi dalam konteks klasik, 
  4. Diberikan kepada seorang `alim atau pelajar ilmu agama, karena dengan demikian akan menolong mereka dalam melaksanakan risalah belajar. Oleh karena itu boleh mengirim harta zakat kepada para pelajar yang sedang berada di luar daerah atau di luar negeri.,
  5. Diberikan kepada orang yang lebih wara` atau lebih sholih,
  6. Karena lebih bermanfaat bagi kaum muslimin,
  7. Dan zakat yang dikeluarkan lebih dini dalam perjalanan haul.
Apabila kondisinya seperti hal-hal diatas, maka tidak makruh untuk memindahkan pembayaran zakat.  
Ulama Mazhab Hanbali
Boleh memindahkan ke daerah yang keberadaannya masih berada di daerah yang belum masuk ke dalam radius jarak dibolehkannya melaksanakan shalat qashar dari daerah diwajibkan mengeluarkan zakat. Karena keduanya dihukumi sebagai satu daerah yang sama. Dan harammemindahkan zakat ke daerah yang sudah berada pada radius boleh mengqashar shalat atau lebih jauh, meskipun pemindahan dilakukan karena sebab silaturrrahim, kondisi mendesak (sangat membutuhkan), atau alasan lain, sedangkan di daerah tempat diwajibkannya mengeluarkan zakat masih ada
Apabila menyalahi dan memindahkan zakat, sedangkan para mustahiq di daerah diwajibkannya zakat masih ada, pelakunya berdosa dan pelaksanaan zakatnya telah menggugurkan kewajibannya -menurut pendapat yang kuat- karena ia telah membayarkan zakatnya kepada paramustahiq zakat (meskipun tidak di daerah ia berdomisili), maka ia bebas dari tanggungannya. Menurut sebagian yang lain, tidak sah, karena pelaksanaannya bertentangan dengan nash.

Ulama Mazhab Maliki
Wajib membagikannya di daerah diwajibkannya zakat atau di daerah yang dekat dengan daerah diwajibkannya zakat; daerah yang masih kurang dari radius jarak dibolehkannya shalat qashar dari daerah diwajibkannya zakat. Karena keberadaannya masih berada di satu daerah yang merupakan tempat diwajibkannya zakat. Maka boleh membayarkannya kepada orang yang berada di dalam radiusnya, meskipun menemukan orang yang berhak menerima zakat di daerah diwajibkannya zakat dan kondisinya lebih membutuhkan. Namun tidak boleh memindahkannya ke daerah yang sudah masuk ke dalam radius dibolehkannya mengqashar shalat, kecuali apabila kondisi orang yang berhak menerima zakat di daerah tersebut lebih membutuhkan dibandingkan dengan orang yang berada di daerah diwajibkannya zakat atau didekatnya. Maka mayoritas harta dikirim ke tempat rang yang lebih membutuhkan sedangkan sebagian kecilnya dibagikan di tempat harta wajib dizakatkan dan di wilayah yang berdekatan.
Apabila dipindahkan pembayaran seluruh zakat terhadap orang yang berada pada jarak yang sudah masuk radius boleh mengqashar shalat atau dilaksanakan di daerah diwajibkannya zakat dan wilayah berdekatan dengan tempat diwajibkannya, maka zakatnya sudah sah. Karena dia pada kedua keadaan tersebut telah melaksanakan zakatnya kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq)dan telah gugur kewajibannya.
Apabila dipindahkan kepada orang yang sama membutuhkannya dengan orang yang berada di daerah diwajibkannya zakat atau di dekatnya, maka ia berdosa karena ia meninggalkan pelaksanan kewajibannya; yaitu pembagian seluruhnya kepada para mustahiq zakat di daerah diwajibkannya zakat atau di dekatnya ketika ada kesamaan ketidak beradaan (butuh). Namun pelaksanaan zakatnya tetap sah. Maka tidak ada kewajibannya untuk menunaikannya untuk kedua kali, karena ia telah menunaikannya kepada orang yang sudah berhak menerimanya dan telah gugur kewajibannya.
Apabila dipindahkan seluruhnya atau sebagiannya terhadap orang yang kurang membutuhkan (berada di radius jarak yang sudah boleh mengqashar shalat) dibandingkan dengan orang yang berada di daerah yang diwajibkannya zakat, maka ia berdosa dan tidak sah pelaksanaan zakatnya. Ia mesti mengulangi pembayarannya untuk kedua kali, karena bertentangan dengan nash. Sebagian lain mengatakan pelaksanaan zakatnya sah, dan ia tidak berkewajiban untuk menunaikanya kembali, karena pelaksanaannya tidak keluar dari orang-orang yang berhak menerimanya dan kewajibannya telah gugur.

Zakat bisa dikirimkan untuk daerah konflik dan daerah yang dilanda bencana.
Apabila terjadi gempa, kebakaran, banjir, wabah, kelaparan, dll. maka penduduk tersebut merupakan orang yang lebih butuh kepada pertolongan dan mendahulukan menolong mereka lebih utama daripada orang-orang yang membutuhkan di daerah diwajibkannya zakat.

Zakat dibagikan dan dipindahkan pembagiannya oleh imam kaum muslimin.
Terjadinya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang pemindahan zakat ini adalah ketika tidak terpenuhinya kebutuhan penduduk setempat dan masih membutuhkan kepada zakat serta orang-orang yang memiliki kewajiban zakat menunaikannya secara independent atau diberikan melalui perantaraan wakil mereka. Sedangkan apabila dilakukan pembagiannya oleh para pemimpin kaum muslimin yang sah (imam `adil) untuk pemungutan dan pembagiannya, Ia boleh –dengan bermusyawarah dengan orang-orang yang berhak diajak bermusyawarah- untuk memidahkannya ke daerah lain selain daerah diwajibkannya zakat atau di kampung tempat diwajibkannya zakat, apabila melihat terdapat kemaslahatan bagi kaum muslimin dengan pembagian seperti itu dan membawa kebaikan bagi islam.
Pendapat ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh ulama mazhab Syafi`i: bahwasanya imam atau wakilnya boleh memindahkan pembayaran zakat secara mutlaq. Senada juga dengan pendapat Imam Malik: tidak boleh memindahkan zakat, kecuali apabila penduduk di tempat tersebut membutuhkan, maka imam memindahkan kepada penduduk tersebut setelah nazhar dan berijtihad.

Hikmah dibolehkannya pemindahan zakat oleh Imam kaum muslimin.
Dengan adanya system subsidi silang seperti dijelaskan, maka insya Allah akan  terpenuhinya kebutuhan masing-masing wilayah dan penjuru negeri penduduk muslim. Akan terlihat bahwa antar wilayah dan Negara terjadi saling tolong menolong ketika dalam kondisi sulit. Karena setiap wilayah dan Negara dalam islam bukanlah bagian yang independent (berdiri sendiri) secara utuh dan terpisah secara utuh dari seluruh teritorial negeri muslim, akan tetapi satu dengan yang lainnya saling berhubungan dengan pemerintahan pusat. Tetap berhubungan dengan negeri muslim yang lainnya, seperti hubungan seorang individu dengan keluarganya, bagai hubungan sebuah bagian benda dengan keseluruhan benda tersebut. Atau bagaikan hubungan organ tubuh dengan fisik keseluruhannya. Kesatuan dan ikatan serta saling menanggung kebutuhan seperti ini yang diinginkan oleh islam. Tidak akan terjamin eksistensi suatu wilayah atau Negara apabila  dibiarkan terpisah dari perhatian yang lainnya dan terpisah dari pusat peradaban islam.
Apalagi di dalam kategori mustahiq  zakat terdapat kategori penerima zakat yang berfungsi untuk melunakkan hati (ta`lif al qulub) non muslim untuk memeluk islam dan mempunyai loyalitas terhadap islam. Begitu juga halnya  kategori fie sabilillah yang mencakup –sebagaimana pendapat yang kuat- jihad dan semua kegiatan yang semakna dengan jihad; berupa seluruh perbuatan yang kebaikannya akan kembali kepada pertolongan terhadap islam, untuk meninggikan kalimatnya.
Hal-hal seperti diatas merupakan wewenang imam kaum muslimin untuk memanage penyaluran zakat. Dalam konteks kontemporer kita mengenalnya dengan istilah pemerintahan pusat.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah pusat untuk memiliki sumber daya yang menjadi asset untuk pembiayaan hal-hal yang menjadi kemaslahatan islam dan manfaat kaum muslimin. Apabila Imam memiliki sumber daya tersebut yang menyebabkan imam tidak butuh kepada harta zakat, maka ini adalah sebuah kegembiraan bagi umat islam. Sedangkan apabila tidak dimiliki, maka Negara boleh meminta harta-harta zakat dari seluruh wilayah umat islam untuk untuk menutupi celah-celah kebutuhan tersebut dan demi mempertahankan basis kekuatan umat islam.
Imam Qurthuby menyebutkan pendapat sebagian ulama tentang masalah ini, bahwa bagian fakir dan miskin dibagikan di tempat dipungutnya zakat, sedangkan untuk bagian yang lain diserahkan sepenuhnya kepada Imam kaum muslimin dan boleh dipindahkan dengan berdasarkan ijtihad dari Imam.
Perkara seperti ni merupakan perkara yang masuk ke dalam wilayah ijtihad, yang mesti mengikutsertakan para ahli syura sebagaimana yang dilakukan oleh khulafa al rasyidun. Oleh karena itu pengaturannya tidak tunduk kepada ketentuan yang bersifat tetap dan pengambilannya juga termasuk sebagai pengambilan yang bersifat tetap, yang bersifat lazim pada setiap tahunnya. Pendapat seperti inilah yang menafsirkan kepada kita perintah Umar Bin Abdul Aziz: bahwasanya ia menulis kepada sebagian pegawainya, "biarkan setengah harta zakat!" Abu `Ubaid berkomentar; yaitu "setengahnya dibagikan di daerah dipungutnya zakat dan kirimlah kepadaku setengahnya lagi". Kemudian ia menyurati lagi pada tahun berikutnya: "biarkan seluruhnya!", yaitu di tempat dipungutnya zakat. Sebelumnya juga sudah disebutkan bahwa zakat dibawa dari daerah perkampungan menuju kota Kufah kemudian Umar mengembalikannya kepada orang yang berada di perkampungan.
Kedua perbuatan Umar bin Abdul Aziz ini tidaklah kontra produktif, akan tetapi dilakukannya sesuai dengan kebutuhan yang mendesak dan maslahat bagi kaum muslimin. Oleh karena itu Ibnu Taimiyah berkomentar; "Pembatasan pelaksanaan pemindahan zakat dengan jarak bolehnya mengqashar shalat tidaklah memiliki dalil yang syar`i dan boleh memindahkan zakat dan semua harta yang semakna dengan zakat berdasarkan kemaslahatan yang syar`i".  Dan hal yang sudah masyhur, -bahkan menjadi keyakinan- bahwasanya Nabi Saw. memungut zakat dari perkampungan Arab dan membagikannya kepada para kaum faqir dan miskin dari kalangan Muhajirin dan Anshar.

Kesimpulan
1. Apabila anda ingin menunaikan zakat secara personal, maka utamakanlah untuk penduduk yang berada di sekitar daerah anda berdomisili, apalagi penduduk di daerah tersebut membutuhkannya.
2. Boleh menyalurkan zakat ke daerah lain, apabila memang dibutuhkan oleh penduduknya dan lebih membutuhkan dibanding penduduk yang  berada di dalam radius tempat diwajibkannya zakat.
3. Boleh mengirimkan zakat ke daerah lain, apabila ditujukan untuk karib kerabat yang membutuhkan, karena selain pelaksanaan zakat juga mengandung silaturrahim.
4. Boleh mengirim zakat ke daerah lain yang sedang dilanda musibah atau sedang dilanda  konflik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan bila ingin berkomentar.

www.lazada.com