Bertawassul
dengan bertabarruk dan ziarah kubur
Perselisihan dikarenakan perbedaan pemahaman boleh jadi
terjadi dikarenakan segelintir ulama tidak lagi mengikuti pemimpin ijtihad kaum
muslim (Imam Mujtahid) alias Imam Mazhab.
Untuk itulah kita sebaiknya menggigit As Sunnah dan sunnah
Khulafaur Rasyidin berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid) /
Imam Mazhab dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk
darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Salah satu yang dipermasalahkan oleh mereka adalah mengenai
berziarah kubur dan bertabarruk kepada mereka yang disisi Allah Azza wa
Jalla. Mereka yang disisi Allah Azza wa Jalla hanyalah 4 golongan manusia
yakni para Nabi (Rasulullah yang paling utama), para Shiddiqin , para Syuhada
dan orang-orang sholeh. Tentang maqom (tingkat) kedekatan mereka yang disisi
Allah Azza wa Jalla, mereka para kekasih Allah telah diuraikan dalam tulisan
pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/28/maqom-wali-allah/
Mereka juga mempermasalahkan membangun makam-makam mereka
yang disisiNya.
Boleh hukumnya membangun makam ulama dan orang-orang shaleh
(karena kemulyaan (maqom) mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala) dari
seorang pewasiat dan pewakaf dalam rangka pendekatan diri kepada Allah dengan
tujuan menghidupkan ziarah ke makam-makam mereka. Lihat kitab “Al-Fatawi
Al-Kubra Al-Fiqhiyah” karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitami cetakan “Daar el-Fikr”
1983 M jilid 2 halaman 16.
Jadi, dalam hal ini dalam rangka pendekatan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala kaum muslimin boleh bahkan disunnahkan berziarah dan
bertabarruk (bukan berarti menyembah kuburan) ke makam-makam ulama, orang-orang
shaleh dan para wali Allah.
Di dalam kitab “Al-Fatawi Al-Kubra Al-Fiqhiyyah (الفتاوي الكبري الفقهية) karya Imam
Ibnu Hajar Al-Haitami jilid 2 halaman 24 cetakan Dar el-Fikr diterangkan bahwa:
و سئل رضي الله عنه عن زيارة قبور الأولياء فى زمان معين مع الرحلة اليها هل يجوز مع أنه يجتمع عند تلك القبور مفاسد كثيرة كاختلاط النساء بالرجال و اسراج السرج الكثيرة و غير ذلك
فأجاب بقوله
زيارة قبور الأولياء قربة مستحبة و كذا الرحلة اليها
Artinya: ” Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, semoga Allah
meridhoinya, ditanya tentang hukumnya ziarah ke makam para wali pada zaman
(waktu) yang telah ditentukan serta mengadakan perjalanan untuk tujuan
berziarah ke sana, apakah hukumnya boleh? Padahal di sisi makam tersebut
berkumpul banyaknya mafsadat (kerusakan), seperti bercampurnya kaum wanita dan
kaum laki-laki, menyalanya banyak lampu, dan sebagainya.
Kemudian beliau (Imam Ibnu hajar Al-Haitami) menjawab dengan
ucapannya: Ziarah ke makam para wali itu merupakan sebuah bentuk pendekatan
diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hukumnya disunnahkan. Begitupula,
mengadakan perjalanan untuk tujuan berziarah ke makam-makam mereka “.
Rasulullah melakukan ziarah kubur
Di dalam kitab “At-Tajul Jami’ lil Ushul fii Ahaditsir Rasul
(التاج الجامع للأصول في أحاديث الرسول)”
karya Syeikh Manshur Ali Nashif diterangkan, lihat foto yang ada tulisannya
pada http://www.facebook.com/media/set/?set=a.195410823836886.48686.100001039095629
Yang artinya sebagai berikut:
Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersiarah ke makam ibunya
“Dari
Abu Hurairah beliau berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam berziarah ke
makam ibunya dan beliau menangis. Begitupula orang-orang yang berada di
sekitarnya pada menangis. Kemudian, beliau berkata: Aku meminta idzin kepada
Tuhanku supaya aku bisa memintakan ampunan untuknya. Namun aku tidak diidzinkan
oleh-Nya. Terus aku meminta idzin kepada-Nya supaya aku bisa menziarahinya.
Kemudian, Dia mengidzinkan aku untuk menziarahi ibuku. Berziarahlah ke makam-makam
!! Karena, berziarah itu dapat mengingatkan mati. Hadits riwayat Imam Muslim,
Abu Dawud, dan Nasa’i “.
Maksud hadits tersebut di atas sebagai berikut:
Ketika Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menziarahi
ibunya yang bernama Sayyidah Aminah binti Wahab, beliau menangis karena ibunya
tidak beragama Islam dan tidak mendapat kesenangan di dalamnya, dan Allah tidak
mengidzinkan Nabi shallallahu alaihi wasallam memintakan ampunan untuk ibunya.
Karena, permintaan ampunan itu syaratnya harus beragama Islam. Sedangkan ibunda
Nabi shallallahu alaihi wasallam wafat dalam keadaan menganut agama kaumnya
sebelum beliau diangkat jadi Rasul. Hal ini bukan berarti ibunda Nabi
shallallahu alaihi wasallam tidak masuk surga, karena ibunda Nabi shallallahu
alaihi wasallam itu termasuk ahli fatrah (masa kekosongan atau vakum antara dua
kenabian).
Menurut ulama jumhur bahwa ahli fatrah itu adalah orang-orang
yang selamat (orang-orang yang selamat dari api neraka dan mereka tetap
dimasukkan ke dalam surga). Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat
Al-Isra ayat 15:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولاً۬
Artinya: Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus
seorang rasul.
Bahkan berlaku dan absah menurut ahli mukasyafah bahwa Allah
ta’ala menghidupkan kembali kedua orangtua Nabi shallallahu alaihi wasallam
setelah beliau diangkat jadi Rasul. Kemudian, mereka beriman kepada Nabi
shallallahu alaihi wasallam. Olehkarena itu, sudah pasti mereka termasuk ahli
surga.
Di dalam kitab “Kifayatul ‘Awam” karya Syeikh Ibrahim
Al-Baujuri halaman 13, cetakan “Dar Ihya al-Kutubil ‘Arobiyah” disebutkan yang
terjemahannya sebagai berikut:
Jika anda sudah tahu bahwa Ahlul Fathroh (masa kevakuman atau
kekosongan Nabi dan Rasul) itu termasuk orang-orang yang selamat (dari neraka)
berdasarkan pendapat ulama yang kuat, maka tahu lah anda bahwa bahwa kedua
orangtua Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah orang-orang yang
selamat juga (dari neraka). Karena, mereka berdua termasuk Ahlul Fathroh
(termasuk juga kakek, buyut Nabi dan ke atasnya). Bahkan mereka berdua termasuk
Ahlul Islam, karena Allah telah menghidupkan mereka berdua untuk Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam sebagai pengagungan kepadanya. Kemudian berimanlah
kedua orangtua Nabi itu kepadanya sesudah kebangkitannya menjadi rasul.
Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Urwah dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memohon kepada
Tuhan-Nya agar Dia menghidupkan kedua orangtuanya. Maka Allah pun menghidupkan
kedua orangtua Nabi itu. Selanjutnya, keduanya beriman dengan Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam. Kemudian, Allah mematikan keduanya kembali.
Berkata Suhaili: “Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,
bisa saja Allah mengkhususkan Nabi-Nya dengan apa-apa yang Dia kehendaki dari
sebab karunia-Nya dan memberi nikmat kepada Nabi-Nya dengan apa-apa yang dia
kehendaki dari sebab kemuliaan-Nya.
Telah berkata sebagian ulama: “Telah ditanya Qodhi Abu Bakar
bin ‘Arobi, salah seorang ulama madzhab Maliki mengenai seorang laki-laki yang
berkata bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka. Maka, beliau menjawab bahwa
orang itu terlaknat, karena Allah ta’ala berfirman:
{إِنَّ ٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَعَنَهُمُ ٱللَّهُ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱډخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا}
Artinya: “Sesungguhnya
orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan melaknat
mereka di dunia dan akherat dan menyiapkan bagi mereka itu adzab yang
menghinakan“. (QS. Al-Ahzab: 57).
Dan tidak ada perbuatan yang lebih besar dibandingkan dengan
perkataan bahwa bapak Nabi berada di dalam neraka. Betapa tidak ! Sedangkan
Ibnu Munzir dan yang lainnya telah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa beliau
berkata: “Engkau anak dari kayu bakar api neraka’, maka berdirilah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam dalam keadaan marah, kemudian berkata:
ما بال أ قوام يؤذونني فى قرابتي و من أذاني فقد أذى الله
Artinya: “Bagaimana
keadaan kaum yang menyakiti aku dalam hal kerabatku, dan barangsiapa menyakiti
aku maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah“.
Dalam masalah ini Imam Al-Jalal as-Suyuthi telah menyusun
beberapa karangan yang berhubungan dengan selamat kedua orangtua Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam (dari neraka). Semoga Allah membalas kebaikan
kepadanya.
Hukum dan Fungsi Ziarah Kubur
Hukum ziarah kubur termasuk sunnah Nabi shallallahu alaihi
wasallam dan mempunyai beberapa fungsi, sebagaimana diterangkan di dalam kitab
” فيض القدير شرح الجامع الصغير من أحاديث البشير النذير ”
(Faidul Qadir Syarhul Jami’ish Shagir min Ahaditsil
Basyirin Nadzir) karya Syeikh Muhammad Abdur Ra’uf Al-Munawi
jilid 4 halaman 67, cetakan Dar el-Fikar dalam menjelaskan maksud hadits: زوروا القبور فانها تذكركم لأخرة
(Barziarahlah kalian ke makam-makam !. Karena, ziarah itu dapat mengingatkan
kalian ke akherat: HR Abu Hurairah), yang artinya sebagai berikut:
1. Dapat mengingat mati.
2. Dapat mencegah dari perbuatan-perbuatan maksiat.
3. Dapat melemaskan hati seseorang yang mempunyai hati yang
keras.
4. Dapat menghilangkan kegembiraan dunia (sehingga lupa akan
kehidupan akherat).
5. Dapat meringankan musibah (bencana).
6. Dapat menolak kotoran hati.
7. Dapat mengukuhkan hati, sehingga tidak terpengaruh dari
ajakan-ajakan yang dapat menimbulkan dosa.
8. Dapat merasakan bagaimana keadaan seseorang itu ketika
akan menghadapi ajalnya (sakaratul maut)
Bertawassul dengan bertabarruk dan ziarah kubur.
Bertawassul adalah merupakan bagian dari adab berdoa kepada
Allah Azza wa Jalla
Bertawassul adalah jalan kita mendekatkan diri kepada Allah
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (washilah) yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”
(QS Al Maa’idah [5]: 35 )”
Bertawasul pada hakikatnya adalah penghormatan, pengakuan
keutamaan derajat mereka (yang ditawasulkan) di sisi Allah Azza wa Jalla dan
rasa syukur kita akan peran mereka menyiarkan agama Islam sehingga kita dapat
mendapatkan ni’mat Iman dan ni’mat Islam.
Bertawasul yang paling mudah adalah dengan sholawat kepada
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
Anas bin Malik r.a meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tiada
doa kecuali terdapat hijab di antaranya dengan di antara langit, hingga
bershalawat atas Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka apabila dibacakan
shalawat Nabi, terbukalah hijab dan diterimalah doa tersebut, namun jika tidak
demikian, kembalilah doa itu kepada pemohonnya“
Rasulullah bersabda “Jika
salah seorang di antara kalian berdoa maka hendaknya dia memulainya dengan
memuji dan menyanjung Allah, kemudian dia bershalawat kepada Nabi -shallallahu
alaihi wasallam-, kemudian setelah itu baru dia berdoa sesukanya.”
(HR Ahmad, Abu Dawud dan dishahihkan oleh At Tirmidzi). Boleh saja bertawasul dengan orang-orang yang disisiNya yakni
para Nabi (Rasulullah yang utama), para shiddiqin, para syuhada dan orang-orang
sholeh.
Tabarruk berasal dari kata al-Barakah. Arti al-Barakah adalah
tambahan dan perkembangan dalam kebaikan / keutamaan (az-Ziyadah Wa
an-Nama’ Fi al-Khair) atau sesuatu yang mempunyai keutamaan (berkat).
Jadi bertawassul dengan bertabarruk dan ziarah kubur adalah
adab berdoa, meminta kepada Allah Azza wa Jalla dengan perantara barokah
keutamaan derajat (maqom) ahli kubur di sisi Allah Azza wa Jalla.
Hal ini sama dengan bertawassul (adab berdoa) di Multazam
atau di Raudah dan tempat-tempat lain yang telah dikenal memiliki barokah
(berkat) keutamaan sehingga dapat kita bertabarruk dengannya. Begitupula kita
telah mengenal adanya barokah (berkat) keutamaan kita berdoa dan sholat pada
sepertiga malam terakhir merupakan contoh lain bertabarruk dengan waktu.
Hal-hal itulah merupakan adab berdoa, jalan kita
mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla sehingga dengan keutamaan-keutamaan
tersebut doa terkabulkan.
Cara bertemu antara yang masih hidup dengan mereka yang telah
wafat
Rasulullah bersabda, “sebagaimana
engkau tidur begitupulah engkau mati, dan sebagaimana engkau bangun (dari
tidur) begitupulah engkau dibangkitkan (dari alam kubur)”. Dalam
riwayat lain, Rasulullah ditanya, “apakah
penduduk surga itu tidur?, Nabi menjawab tidak, karena tidur temannya
mati dan tidak ada kematian dalam surga”.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah membukakan
kepada kita salah satu sisi tabir kematian. Bahwasanya tidur dan mati memiliki
kesamaan, ia adalah saudara yang sulit dibedakan kecuali dalam hal yang khusus,
bahwa tidur adalah mati kecil dan mati adalah tidur besar. Ruh orang tidur dan
ruh orang mati semuanya ada dalam genggaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah
Yang Maha berkehendak siapa yang ditahan jiwanya dan siapa yang akan
dilepaskannya.
Ibnu Zaid berkata, “Mati
adalah wafat dan tidur juga adalah wafat”.
Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari
syeikhnya mengatakan: “Kematian
bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu
keadaan kepada keadaan lain.”
Salah satu cara Allah Azza wa Jalla mempertemukan antara yang
masih hidup dengan mereka disisiNya adalah ketika tidur (melalui mimpi)
Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah berkata, “ruh orang tidur dan ruh orang mati
bisa bertemu diwaktu tidur dan saling berkenalan sesuai kehendak Allah
Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada keadaan tidur dan pada keadaan
matinya.”
Contoh bertawassul (adab berdoa) dengan bertabarruk dan
ziarah kubur ke makam Rasulullah
Tafsir Ibnu Katsir surat An-nisa ayat 64,http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2011/09/ikjuz5p281_285.pdf
Al-Atabi ra menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di
dekat kubur Nabi Shallallahu alaihi wasallam, datanglah seorang Arab Badui,
lalu ia mengucapkan, “Assalamu’alaika, ya Rasulullah (semoga kesejahteraan
terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah). Aku telah mendengar Allah ta’ala
berfirman yang artinya, ‘Sesungguhnya
jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun
kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka
menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang‘ (QS
An-Nisa: 64),
Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosaku
(kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan
bagiku) kepada Tuhanku.” . Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapkan syair
berikut , yaitu: “Hai
sebaik-baik orang yang dikebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka
menjadi harumlah dari pancaran keharumannya semua lembah dan pegunungan ini.
Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuninya; di dalamnya
terdapat kehormatan, kedermawanan, dan kemuliaan.“
Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-merta
mataku terasa mengantuk sekali hingga tertidur.
Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan Nabi shallallahu
alaihi wasallam., lalu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Hai Atabi, susullah orang Badui itu
dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan
kepadanya!”
Contoh bertawassul (adab berdoa) dengan bertabarruk dan
ziarah kubur ke makam Imam Bukhari
Di dalam kitab “Tabaqat As-Syafi’iyyah Al-Kubra” jilid 2
halaman 234 cetakan Dar Ihya al-Kutub al-’Arabiyyah diterangkan lihat tulisan
yang ada di foto padahttp://www.facebook.com/photo.php?fbid=195026313875337&set=a.195026240542011.48529.100001039095629
yang artinya sebagai berikut: “Dan telah berkata Abu Ali
Al-Ghassani Al-Hafidz: Abul Fathi Nashr bin Al-Hasan yang berdomosili di
Sakna-Samarqand telah memberi kabar kepada kami bahwa telah datang kepada kami
orang Balnasi pada tahun 464 H / 1072 M dan dia berkata: Telah terjadi musim
kemarau yang panjang di daerah kami di Samarqandi pada suatu tahun yang lalu.
Orang-orang di sana sudah berkali-kali berusaha memohon hujan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala tapi tak kunjung tiba juga. Kemudian, seorang laki-laki
yang shaleh yang terkenal dengan nama Shalah mendatangi penghulu Samarqandi.
Dia berkata kepada penghulu itu: Sesungguhnya aku bermimpi dengan sebuah mimpi
yang akan aku perlihatkan kepadamu. Jawab penghulu: Mimpi apa itu?. Kata
laki-laki shalih itu: Aku bermimpi bahwa engkau keluar bersama orang-orang
Samarqandi menuju makam Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari (Imam Bukhari,
pengarang kitab Shahih Al-Bukhari). Di sisi makam beliau kami memohon hujan
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mudah-mudahan Allah menurunkan hujan kepada
kami !. Jawab penghulu: Itulah sebaik-baik mimpi yang telah kau alami.
Kemudian, penghulu itu keluar bersama orang-orang Samarqandi
menziarahi makam Imam Bukhari dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
supaya diturunkan hujan. Orang-orang itupun menangis di sisi makam Imam
Bukhari. Mereka minta syafa’at kepada beliau supaya Allah segera menurunkan
hujan. Tak lama kemudian Allah menurunkan hujan yang sangat lebat sekali.
Orang-orang di Khartanak pun pada berdiri selama kira-kira 7 hari sambil
menunggu redanya hujan. Seseorang takkan mampu untuk bisa sampai ke daerah
Samarqandi dikarenakan hujan yang sangat deras. Sedangkan jarak antara
Samarqandi dan Khartanak kira-kira 3 mil”.
Hukum bertawassul (adab berdoa) kepada para Nabi dan
orang-orang shaleh
Di dalam kitab ” تحفة الذاكرين ” (Tuhfatudz Dzakirin. Artinya: Sesuatu yang
sangat berharga bagi orang-orang yang senantiasa berdzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala), karya Syeikh Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani
al-Yamani ash-Shan’ani (wafat 1250 H) halaman 47-48 diterangkan sebagai
berikut:
Ucapan dari pengarang: Dan seseorang bertawassul kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan perantara para Nabi dan orang-orang shaleh, aku
katakan: Dan dari hukum tawassul dengan perantara para Nabi adalah hadits yang
dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi, dan beliau berkata bahwa hadits tersebut adalah
hadits hasan shahih gharib. Begitu pula hadits yang dikeluarkan oleh Imam
Nasa’i, Imam Ibnu Majah, Imam Ibnu Hujaimah di dalam kitab shahihnya, dan Imam
Hakim. Beliau berkata (Imam Hakim): Hadits tersebut adalah hadits shahih atas
syarat Imam Bukhari. Begitupula hadits yang dkeluarkan Imam Muslim dari hadits
Utsman bin Hanif RA : Sesungguhnya seorang tunanetra datang kepada Nabi
shallallahu alaihi wasallam dan dia (tunanetra) berkata: Ya, Rasulallah !
Pintakanlah kepada Allah untuk kesembuhanku dari kebutaan mataku !. Jawab
beliau (Rasulullah): Pintalah sendiri kepada Allah !. Kemudian, dia (tunanetra)
berkata: Ya, Rasulallah !. Sesungguhnya, kabur atasku pandangan mataku. Jawab
beliau (Rasulullah): Pergi dan berwudhulah ! Shalat sunnah lah dua raka’at !.
Kemudian, ucapkanlah:
اللهم انى أسألك و أتوجه اليك بمحمد نبي الرحمة
Artinya: Ya, Allah ! Sesungguhnya aku meminta kepadamu dan
aku hadapkan wajahku kepadamu dengan perantara Muhammad sebagai Nabi pembawa
Rahmat.
Adapun tawassul dengan perantara orang-orang shaleh adalah
sudah ditetapkan di dalam hadits shahih, yaitu: Sesungguhnya, sahabat Nabi
shallallahu alaihi wasallam meminta hujan kepada Allah dengan perantara Abbas
ra sebagai paman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dan Umar ra berkata:
أللهم انا نتوسل اليك بعم نبينا الخ
Artinya: Ya, Allah !. Sesungguhnya, kami bertawassul kepada
engkau dengan perantara paman Nabi kami dan seterusnya.
Mereka yang disisiNya walaupun telah wafat mereka hidup dan
dapat mendoakan yang masih hidup.
Mereka yang disisiNya walaupun telah wafat mereka hidup
sebagaimana para Syuhada. Firman Allah t’ala yang artinya,
”Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah
(syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,
tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati;
bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS
Ali Imran [3]: 169)
Rasulullah bersabda,
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
“Hidupku
lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap
dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika
aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan
aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini
diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al
Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al
Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih dengan komentarnya :
hadits diriwayatkan oleh Al Bazzaar dan para perawinya sesuai dengan kriteria
hadits shahih)
Ummul mu’minin ‘Aisyah berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah dikubur
di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami
dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah
kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada ‘Umar”. (HR
Ahmad).
Al Hafidh Al Haitsami menyatakan, “Para perawi atsar di atas
Btu sesuai dengan kriteria perawi hadits shahih ( Majma’ul Zawaaid vol 8 hlm.
26 ). Al Hakim meriwayatkanya dalam Al Mustadrok dan mengatakan atsar ini
shahih sesuai kriteria yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Adz Dzahabi sama
sekali tidak mengkritiknya. ( Majma’ul Zawaid vol. 4 hal. 7 ).
‘Aisyah tidak melepaskan baju dengan tanpa tujuan, justru ia
mengetahui bahwa Nabi dan kedua sahabatnya mengetahui siapakah yang orang yang
berada didekat kuburan mereka.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)
“Tidak
seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk
mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri
meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam
kitab Al-Qubûr).
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin
yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan
salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis
Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan
At-Tamhid).
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada
karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan
kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada
itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai
Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah
kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
Akhir tulisan kali ini , kami mengingatkan baik kepada diri
kami maupun saudara-saudara muslim kami pada umumnya, sebaiknyalah kita ingat
peringatan Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya yang artinya,
“Dan di
antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan
jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan“.
(QS Luqman [31]:6)
Sebaiknyalah tidak menyebarluaskan pemahaman tanpa
pengetahuan atau menyebarluaskan pemahaman ulama yang tidak lagi mengikuti
pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid / Imam Mazhab) atau ulama
yang tidak bermazhab yang dapat menyesatkan orang lain. Apalagi memperolok-olok
mereka yang berziarah kubur dan bertabarruk dengannya. Berprasangka
baiklah kepada saudara-saudara muslim kita yang bertawassul (adab berdoa)
dengan bertabarruk dan ziarah kubur. Anggap saja sama dengan mereka yang
“berjihad” berdoa di Multazam atau di Raudoh.
Sebaiknyalah kita ingat bahwa mereka berziarah dan
bertabarruk bukan meminta pertolongan kepada arwah, namun mereka meminta
pertolongan kepada Allah ta’ala dengan perantaraan (washilah) barokah
(berkat) keutamaan mereka disisiNya. Silahkan baca uraian kami selengkapnya
padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/06/melalui-hambanya/ danhttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/06/2011/10/11/tawassul-dan-tabarruk/
Andaikata mereka salah paham dalam melakukan ziarah kubur dan
bertabarruk dengannya maka luruskanlah, bukan malah mengingkari adanya
bertawassul (adab berdoa) dengan bertabarruk dan ziarah kubur.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan bila ingin berkomentar.